Selasa, 14 Maret 2017

TIGA PERSPEKTIF DEFINISI KOMUNIKASI ANTARPERSONAL YANG PALING POPULER

TIGA PERSPEKTIF DEFINISI KOMUNIKASI ANTARPERSONAL YANG PALING POPULER
Admin
Selasa, 14 Maret 2017

TIGA PERSPEKTIF DEFINISI KOMUNIKASI ANTARPERSONAL YANG PALING POPULER


Dari beberapa perspektif terhadap definisi komunikasi antarpersonal ternyata ada tiga perspektif yang paling populer sebagaimana diuraikan berikut ini. (Miller, 1987; Bocher,1978)
1.       Perspektif Situasional
Miller (1990) berpendapat bahwa perspektif situasional adalah perspektif substantif pertama yang muncul dengan tema sentral “sifat komunkasi antarpersonal” (perspektif ini diperkirakan muncul pada akhir tahun 1960-an). Perspektif ini paling berpegaruh sampai taun 1970-an, namun dikritik karena asal usul pendektan situasional tidak jelas.
Perspektif ini membedakan jenis komunikasi atas dasar fitur dari konteks  komunikatif, beberapa fitur yang dianggap paling penting adalah jumlah komunikator, kedekatan fisik antara komunikator dengan komunikan, ketersediaan saluran sensorik yang dapat dipakai (terutama nonverbal), kecepatan umpan balik yang diterima oleh komunikator (Miller, 1978; Trenholm, 1986)
Perspektif situasional telah dikritik secara luas karena kurang mementingkan atau jarang menyoroti fitur interaksi (seperti jumlah aktor dan kuulaitas pengaturan fitur fisik), juga mengabaikan fitur yang lebih substantive seperti negosiasi makna dalam pertukaran pesan yang telah dilakukan.
Miller juga menyatakan bahwa perspektif ini menampilkan keprihatinan historis karena kurang memperhatikan jumlah orang dalam konteks komunikasi. Atau, perspektif ini tidak mempertimbangkan fitur konteks komunikasi (seperti kualitas hubungan antara peserta) yang mungkin lebih berpengaruh terhadap proses dan hasil komunikasi.(Miller. 1976)
2.      Perspektif Pengembangan
Ketika menanggapi kekurangan dari perspektif situasional, Miller (1976, 1978, 1990; Miller & Steinberg, 1975) mengusulkan alternatif yang lain , yaitu “perspektif pengembangan” (developmental perspective) (Stewart, 1973). Perspektif  ini dimulai dengan melihat perbedaan antara komunikasi “impersonal” dan komunikasi antarpersonal. Para partisipan dalam komunikasi impersonal selalu berinteraksi sesuai dengan posisi mereka, yaitu peran sosial tertentu, dan tidak tampil sebagai pribadi seutuhnya. Artinya juga perspektif  pengembangan lebih mengutamakan pengaruh keberadaan  pesan yang berkembang dari basis budaya dan sosiologis ketimbang pesan yang berbasis psikologis.
Sebaliknya, dalam komunikasi antarpersonal, para peserta berinteraksi satu sama lain sebagai orang-orang dengan pribadi yang unik, artinya pesan-pesan yang mereka pertukarkan telah berkembang “melampaui” peran sosial peserta, misalnya pesan yang melampaui basis psikologis (misalnya, ciri-ciri pembeda seperti disposisi, sikap, atau perasaan).  Contoh, pada umumnya ketika dua orang baru pertama kali bertemu maka mereka berkomunikasi secara impersonal dan komunikasi itu akan terus berkembang  ke arah komunikasi personal. Tanda tentang pengembangan itu dapat terlihat melalui pergeseran tema pesan dari impersonal ke pesan personal.
Roloff dan Anastasiou (2001) mengemukakan bahwa pespektif pengembangan lebih menekankan pada konteks hubungan intim atau “dekat” ditinjau dari perspektif komunikasi antarpersonal (Salomo & Vangelisti, 2002).
Perspektif  ini  mendapat penerimaan luas sehingga telah dijadikan sebagai panduan dalam membangun beberapa teori kontemporer yang sangat bermanfaat bagi penelitian komunikasi antarpersonal.
Beberapa kritikus berpendapat bahwa term kedekatan dan keintiman interaksi tidak boleh dipandang sekedar interaksi yang bersifat asosiasi yang signifikan dalam kehidupan antarpersonal melainkan harus dipandang sebagai komunikasi antarpersonal yang dilakoni oleh pribadi-pribadi berdasarkan peran tertentu. (Capella, 1987)
Kritik terhadap perspektif pengembangan ini justru membuat perspektif ini semakin berpengaruh terhadap komunikasi antarpersonal.


3.      Perspektif Interaksional
Perspektif interaksional memperlakukan sebagian besar, jika tidak semua, kasus interaksi sosial sebagai contoh komunikasi antarpersonal. Berarti pula bahwa perspektif ini lebih fokus pada pembongkaran sifat  dan implikasi dari interaksi manusia daripada mencoba untuk mengidentifikasi esensi komunikasi antarpersonal semata.
Capella menjelaskan bahwa komitmen penting dari perspektif ini adalah karakter interaksional dari komunikasi antarpersonal, bahwa untuk sesuatu yang disebut sebagai komunikasi antarpersonal yang layak maka setiap orang harus memengaruhi pola perilaku orang lain di mana perilaku itu dapat diamati, paling tidak pola perilaku relatif yang dianggap sebagai pola perilaku dasar atau pola perilaku yang khas.
Dapat dikatakan komunikasi antarpersonal jika dua pihak, ketika mengemukakan gagasan di antara mereka selalu mengekspresikan pesan-pesan dengan simbol-simbol yang mewakili maksud tertentu-yang keluar dari dalam diri pribadi (internal), lalu mereka menciptakan makna bersama agar mencapai tujuan komunikasi (Motley, 1990). Yang dibutuhkan adalah tujuan utama dari definisi komunikasi antarpersonal yang mampu mempersempit domain konsep-konsep dengan tidak memasukan fenomena lain yang berada di luar kisaran yang diinginkan (seperti interaksi dari peserta yang berkekurangan secara fisik atau psikologis dalam setiap pertukaran pesan). Masuknya fenomena luar justru menciptakan kebingungan dan mengaburkan perbedaan-perbedaan penting yang seharusnya diketahui.

Ketiga perspektif tersebut meskipun menyumbangkan wawasan penting tentang sifat komunikasi antarpersonal, namun mereka semua memiliki keterbatasan signifikan dan tidak memberikan landasan optimal untuk pembetukan teori, mendorong penelitian, dan memberikan bahan dasar yang cukup bagi pengajaran komunikasi antarpersonal. Bahkan ketiga perspektiif tersebut kehilangan fokus pada apa yang tampaknyaa penting, yang seharusnya ada, bagi gagasan komunikasi antarpersonal, yaitu produksi pesan dan interpretasi pesan. 
Close Comments