Rabu, 27 Juli 2016

Riwayat Hidup Al-Ghazali (Imam Al-Ghazali)

Riwayat Hidup Al-Ghazali (Imam Al-Ghazali)



             Al-Ghazali, lengkapnya Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad al-Thusi al Ghazali, lahir di Thus, dekat Masyhad, Khurasan, tahun 450 H/1058 M, dari sorang ayah penenun wool (ghazzal) sehingga di juluki al-ghazali. Pendidikan awalnya di Thus, lalu di Jurjan, dalam bidang hukum (figh) di bawah bimbingan Abu Nashr al-Ismaili. Pada usia 20 tahun, ia pergi ke Nisabur untuk mendalami fiqh dan teologi pada al-Juwaini (w. 1085 M) yang kemudian menjadi asisten gurunya sampai sang guru wafat.

            Yang perlu dicatat, al-Juwaini adalah tokoh yang punya peran penting dalam memfilsafatkan teologi Asy’ariyah. Menurut al-Subki, al-Juwaini inilah yang mengenalkan al-Ghazali pada filsafat termasuk logika dan filsafat alam, lewat disiplin teologi.

             Selain mendalami fiqh dan teologi, di Nisabur, al-Ghazali juga belajar dan melakukan praktik tasawuf di bimbing oleh al-Farmadzi (w. 1084 M), tokoh sufisme asal Thus, murid al-Qusyairi (w. 1074 M). Hanya saja, saat pertama ini, al-Ghazali tidak berhasil mencapai tingkat di mana sang mistis menerima inspirasi dari alam ‘atas’. Ia juga mempelajari doktrin-doktrin Ta’miliyah hingga al-Muntadzhir menjadi khalifah (1094-1118 M).

          Pada tahun 1091, al-Ghazali di undang oleh Nidzm al-Mulk  (w. 1092 M), wazir dari malik syah (w. 1902 M)untuk menjadi guru besar di Nidzamiyah, Baghdad. Di sini ia menuntaskan studinya tentang teologi, filsafat, ta’miliyah dan tasawuf, dan merupakan penulisan paling produktif. Namun, perkenalannya dengan empat klaim metodologis tersebut, pada sisi lain, ternyata telah menyebabkan al-Ghazalimengalami krisis epistemologis yang kemudian memaksanya mengundurkan diri dari jabatannya, lalu mengasingkan diri dan melakukan pengembaraan selama 10 tahun, di mulai ke Damaskus dan terakhir ke Baghdad.

           Setelah lama dalam pengasingan spiritual, setelah meyakinkan dirinya bahwa ‘kaum sufilah yang menempuh jalan kepada tuhan secara benar dan langsung’, dan setelah merasa mencapai tingkat tertinggi dalam realitas spiritual, al-Ghazali mulai merenungkan dekadensi moral dan religiuspada komunitas kaum muslimin saat itu. Kebetulan, bersamaan dengan itu, Fakhr al-Mulk, penguasa Khurasan, memintanya mengajar di Nisabur, tahun 1105. Namun, di Nisabur ini al-Ghazali tidak lama, hanay sekitar lima tahun, karena pada tahun 1110 M, ia kembali ke Thus.

         Di Thus, al-Ghazali mendirikan madrasah dan sebuah khanaqah (biara sufi)
bagi para sufis. Disini ia menghabiskan sisa hidupnya sebagai pengajar agama dan guru sufi di samping mencurahkan diri dalam peningkatan spiritual. Al-Ghazali meninggal pada hari ahad, 18 Desember 1111 M, di Thus, pada usia 53 tahun.


     Karya-karya al-Ghazali yang dianggap paling monumental adalah Ihya’ Ulum al-Din (Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Religius), sebuah kitab yang di tulis untuk memulihkan keseimbangan dan keselarasan antara dimensi eksoterik dan esoterik islam. Karyanya yang lain, dalam bidang filsafat dan logika, antara lain, Mi’yar al-“ilm (Standar Pengetahuan), Tahafut al-Falasifat (keracunan Para Filosof), Mihak al-Nadzr fi al-Manthiq (Batu Uji Pemikiran Logis), dalam bidang teologi adalah Qawa’id al-Aqa’id (Prinsip-Prinsip Keimanan) dan Al-Iqtishad fi al-I’tiqad (Muara Kepercayaan), dalam bidang Ushul Fiqh adalah Al-Mustashfa min ‘ilm al-Ushul (Intisari Ilmu Tentang Prinsip-Prinsip), dalam bidang tasawuf adalah Al-Kimia al-Sa’adah (Kimia Kebahagiaan), Misykat al-Anwar ( Ceruk Cahaya-Cahaya), dan dalam kebatinan ada Qisthas al-Mustaqim (NeracaYnag Lurus) dan Al-Mustadzir.