Riwayat Hidup Al-Ghazali (Imam Al-Ghazali)
Tokoh
Al-Ghazali,
lengkapnya Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad al-Thusi al Ghazali,
lahir di Thus, dekat Masyhad, Khurasan, tahun 450 H/1058 M, dari sorang ayah
penenun wool (ghazzal) sehingga di juluki al-ghazali. Pendidikan awalnya di
Thus, lalu di Jurjan, dalam bidang hukum (figh) di bawah bimbingan Abu Nashr
al-Ismaili. Pada usia 20 tahun, ia pergi ke Nisabur untuk mendalami fiqh dan
teologi pada al-Juwaini (w. 1085 M) yang kemudian menjadi asisten gurunya
sampai sang guru wafat.
Yang
perlu dicatat, al-Juwaini adalah tokoh yang punya peran penting dalam
memfilsafatkan teologi Asy’ariyah. Menurut al-Subki, al-Juwaini inilah yang
mengenalkan al-Ghazali pada filsafat termasuk logika dan filsafat alam, lewat
disiplin teologi.
Selain
mendalami fiqh dan teologi, di Nisabur, al-Ghazali juga belajar dan melakukan
praktik tasawuf di bimbing oleh al-Farmadzi (w. 1084 M), tokoh sufisme asal
Thus, murid al-Qusyairi (w. 1074 M). Hanya saja, saat pertama ini, al-Ghazali
tidak berhasil mencapai tingkat di mana sang mistis menerima inspirasi dari
alam ‘atas’. Ia juga mempelajari doktrin-doktrin Ta’miliyah hingga
al-Muntadzhir menjadi khalifah (1094-1118 M).
Pada tahun 1091, al-Ghazali di undang oleh
Nidzm al-Mulk (w. 1092 M), wazir dari
malik syah (w. 1902 M)untuk menjadi guru besar di Nidzamiyah, Baghdad. Di sini
ia menuntaskan studinya tentang teologi, filsafat, ta’miliyah dan tasawuf, dan
merupakan penulisan paling produktif. Namun, perkenalannya dengan empat klaim
metodologis tersebut, pada sisi lain, ternyata telah menyebabkan
al-Ghazalimengalami krisis epistemologis yang kemudian memaksanya mengundurkan
diri dari jabatannya, lalu mengasingkan diri dan melakukan pengembaraan selama 10
tahun, di mulai ke Damaskus dan terakhir ke Baghdad.
Setelah
lama dalam pengasingan spiritual, setelah meyakinkan dirinya bahwa ‘kaum
sufilah yang menempuh jalan kepada tuhan secara benar dan langsung’, dan
setelah merasa mencapai tingkat tertinggi dalam realitas spiritual, al-Ghazali
mulai merenungkan dekadensi moral dan religiuspada komunitas kaum muslimin saat
itu. Kebetulan, bersamaan dengan itu, Fakhr al-Mulk, penguasa Khurasan,
memintanya mengajar di Nisabur, tahun 1105. Namun, di Nisabur ini al-Ghazali
tidak lama, hanay sekitar lima tahun, karena pada tahun 1110 M, ia kembali ke
Thus.
Di
Thus, al-Ghazali mendirikan madrasah dan sebuah khanaqah (biara sufi)
Karya-karya
al-Ghazali yang dianggap paling monumental adalah Ihya’ Ulum al-Din
(Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Religius), sebuah kitab yang di tulis untuk
memulihkan keseimbangan dan keselarasan antara dimensi eksoterik dan esoterik
islam. Karyanya yang lain, dalam bidang filsafat dan logika, antara lain, Mi’yar
al-“ilm (Standar Pengetahuan), Tahafut al-Falasifat (keracunan Para Filosof),
Mihak al-Nadzr fi al-Manthiq (Batu Uji Pemikiran Logis), dalam bidang teologi
adalah Qawa’id al-Aqa’id (Prinsip-Prinsip Keimanan) dan Al-Iqtishad fi al-I’tiqad
(Muara Kepercayaan), dalam bidang Ushul Fiqh adalah Al-Mustashfa min ‘ilm
al-Ushul (Intisari Ilmu Tentang Prinsip-Prinsip), dalam bidang tasawuf adalah
Al-Kimia al-Sa’adah (Kimia Kebahagiaan), Misykat al-Anwar ( Ceruk
Cahaya-Cahaya), dan dalam kebatinan ada Qisthas al-Mustaqim (NeracaYnag Lurus)
dan Al-Mustadzir.