Minggu, 12 Februari 2017

Apa Lagi Yang Masih Riil?

Apa Lagi Yang Masih Riil?

Teori super-rill dari pemikir posmodern Prancis, Jean Baudrillard(1929-), menyoroti media massa dan manipulasi kebenaran.



Dalam zaman media massa dan komunikasi internasional yang pesat. Baudrillard tidak hanya berbicara mengenai bom-bom canggih dan serangan atas sasaran dengan menggunakan laser, tetapi tentang tayanagn instan kejadian yang dianalisis, dipenggal-penggal, dan diuraikan oleh para politikus dan media. peperangan modern adalah peperangan cyber, dan Baudrillard mengajukan pertanyaan mengenai penipuan dan manipulasi media. Apakah kita benar-benar melihat apa yang terjadi? Siapa mengatakan hal itu? penyajian dan pengeditan yang selektif dapat mengubah apa yang kita lihat dan percaya.

Sangat masyhur penegasan Baudrillard bahwa Perang Teluk tidak terjadi (paling tidak bukan dalam pengertian biasa dan konvensional tentang perang). Itu adalah suatu drama di layar kaca. Fakta diseleksi dan ditafsirkan oleh kedua belah pihak. Saddam Husein memiliki tentara sewaan dan AS melancarkan propagandanya, sekaligus mempertahankan kepentingan mereka, dan membiarkan Saddam berkuasa, tetapi menyuruhnya menindas umat syiah dan pembangkang kurdi, sehingga stabilitas mantap. Baudrillard menyidir bahwa seperti "seks yang aman" berarti berperang tetapi menggunakan kondom!

Ia membangkitkan kontroversi yang lebih besar dengan tulisannya tentang masyarakat AS. Tulisannya ini di satu sisi merupakan utopia, di mana masyrakat berperilaku sangat mewah, tetapi sekaligus rentan terhadap disintegrasi sosial. Ia menyebabkan orang tersinggung dang mengeluh bahwa orang tidak memiliki cita rasa ironi.

Teknik Seduksi

Baudrillard mengembangkan strategi seduksi: gelagat, penegasan atau sikap subversif, yang menolak untuk menjalankan permainan sosial hubungan kekuasaan yang biasa. Dengan ini tidak ada satu pihak pun dapat menjadi penindas, atau reduksi ke tataran objek yang harus di kontrol: dibandingkan dengan sepasang yang bercumbu rayu, yang bergerak makin dekat satu sama lain, sekaligus mencoba dan mengganggu. Baudrillard merasa bahwa kita dapat menjungkirbalikkan struktur kekuasaan, dengan demikian, menyingkirkan penghalang untuk berpikir lebih jernih, tetapi ia skeptis apakah kita mampu menghasilkan perubahab sosial yang riil dan bertahan. Realitas sudah mati .. ?

Postmodernisme mempersoalkan apakah "kebenaran" benar-benar eksis, ia mencurigai dan bersikap sinis tentang siapa yang mengatakan apa kepada kita. Hal ini menjalar sampai pada penggunaan bahasa kita.

Rabu, 01 Februari 2017

Modernisme

Modernisme

Modernisme

Modernisme adalah campuran antara nilai-nilai pencerahan dan tekanan yang diberikan oleh postmodernisme yang baru muncul pada usaha mencampuradukkan gaya, kesadaran diri, dan yang puitis.

Sejarah

Nilai pencerahan di goyang pada awal abad ke-20 dengan datangnya para"modernis". Moderinsme sebagai gerakan meliputi dari kurun waktu kira-kira 1910 sampai pecahnya Perang Dunia II. Para Modernis adalah murid sains, yang mengharapkan dunia yang kuat dan baru, serta menggunakan teknologi dan matematika dalam desain mereka. Mereka mulai mempermasalahkan orde lama, dan menyebabkan kocar-kacir.

Bentuk Sastra Baru

Para penulis mencoba gaya baru, yang terputus-putus, menghentikan liran narasi, dan menggunakan berbagai puisi, korespondensi, prosa dan aliran kesadaran, untuk mensugesti dan melambangkan berakhirnya ordo dunia lama. Karya James Joyce Ulysses dan T.S. Eliot The Waste Land, 2002 merupakan contoh awal. Ada percobaab dan keinginan untuk melihat bagaimana realitas dilukiskan, dan bukannya berusaha membuat replika alam seperti mata manusia dan kamera. Masalah penafsiran dan sudut pandang sekarang diperhatikan.

Teknologi dan Subvensi

modernisme adalah ramuan dari beberapa kekuatan. masih ada kepercayaan kepada sains dan teknologi karena dunia dilanda penemuan baru: telepon, radio, penerbangan komersial, penerangan listrik dan alat-alat rumah tangga, tetapi pada saat yang sama, kepercayaan lama mulai mati dan suara protes didengungkan. pernah ditegaskan (misalnya kritik Jurgen Habermas, bahwa sikap yang lebih radikal ini mirip dengan pemikiran postmodern, spirit yang sama ada di sini. karena itu postmodernisme tidak boleh di pandang sebagai gerakan yang secara kronologis dapat dibedakan, tetapi sebagai cara pandang yang dapat terjadi di era yang berbeda-beda. tetapi sementara modernisme merapati pecahnya kesatuan dan orde lama rasio, postmodernisme merayakan keserbaragaman dan titik adanya pusat sebagai akibat.
(O'Donnell, 2003)